LEBAK, 29 Juli 2025 – Konsorsium Lembaga Lebak bersama Lembaga Bantuan Hukum Aspirasi rakyat bersatu (LBH ARB) menyampaikan kecaman keras terhadap dugaan penyimpangan pengelolaan aset dan anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Asem, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak.
Setelah sebelumnya melaporkan indikasi penyalahgunaan Dana Desa ke Kejaksaan Negeri Lebak, kini Konsorsium menyoroti praktik tidak semestinya berupa penggunaan Balai Pertemuan Warga sebagai kantor pemerintahan desa, yang dinilai bertentangan dengan prinsip tata kelola aset dan pelayanan publik.
Ketua LBH ARB, Andi Ambrillah, menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap fungsi ruang publik dan menandakan lemahnya perencanaan tata ruang desa.
“Balai Pertemuan Warga adalah ruang sosial untuk masyarakat – bukan untuk kegiatan administratif desa.
Penggunaannya sebagai kantor desa mengaburkan batas fungsi ruang dan membuka peluang penyimpangan,” ujar Andi.
Dugaan Penyimpangan Dana Desa: Proyek Balai Pertemuan Dicurigai Sarat Masalah
Konsorsium juga membeberkan temuan lain yang memperkuat laporan dugaan korupsi, yakni pembangunan Balai Pertemuan Warga tahun anggaran 2024 dengan nilai Rp 390 juta, yang kemudian disusul dengan alokasi anggaran pemeliharaan Rp 57 juta dalam APBDes 2025 – padahal bangunan tersebut baru selesai akhir tahun lalu.
“Bangunan yang baru saja selesai tidak seharusnya membutuhkan biaya pemeliharaan sebesar itu.
Kami menduga ini tidak sesuai kebutuhan riil dan berpotensi menjadi bentuk pemborosan anggaran,” jelas Andi dalam konferensi pers di Rangkasbitung, Selasa (29/7/2025).
Bukti Lapangan Perkuat Laporan Konsorsium
Dokumentasi visual yang dikumpulkan Konsorsium menunjukkan bahwa Balai Pertemuan Warga kini difungsikan sebagai kantor desa, dengan papan informasi dan aktivitas kelembagaan desa berlangsung di dalamnya.
Tidak ditemukan kantor desa terpisah sebagaimana mestinya.
> “Dalam prinsip tata kelola yang baik, kantor desa wajib berdiri sendiri.
Ruang yang tumpang tindih akan menyulitkan pengarsipan, menurunkan kualitas pelayanan, serta menutup peluang transparansi anggaran,” tegas Andi.
Desakan Audit dan Penegakan Hukum
LBH ARB dan Konsorsium meminta Inspektorat Daerah dan APIP untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap perencanaan, realisasi, dan pemanfaatan aset di Desa Asem, serta menelusuri jejak penggunaan dana pembangunan yang telah dianggarkan.
“Kami mendesak Bupati Lebak dan Camat Cibadak untuk segera mengevaluasi situasi ini.
Jika dibiarkan, praktik ini bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola desa,” tambahnya.
Mengenai bantahan Kepala Desa Asem, Ajo Suharjo, atas tudingan penyimpangan anggaran, Konsorsium menanggapi dengan tegas bahwa laporan mereka adalah bentuk kontrol sosial dan hak masyarakat untuk mengawasi penggunaan dana publik.
“Kami menghargai hak jawab.
Tapi proses hukum harus tetap berjalan secara profesional.
Kami siap menyerahkan dokumen pendukung dan hasil investigasi kepada penegak hukum,” tegas Andi.
Komitmen Kawal Proses Hukum dan Transparansi Desa
LBH ARB dan Konsorsium menyatakan akan terus mengawal persoalan ini secara serius dan tidak menutup kemungkinan menempuh langkah hukum lanjutan jika tidak ada respons konkret dari pihak terkait.
“Kantor desa adalah simbol negara di tingkat paling bawah.
Jika dikelola secara sembarangan, maka pelayanan publik juga akan buruk.
Proses hukum akan membuktikan – jika tidak ada pelanggaran, tidak perlu takut.
Namun jika ada penyimpangan, publik berhak tahu dan menuntut keadilan,” tutup Andi Ambrillah.( Muh Syam A,S)